Jumat, 12 Juli 2013

Evil Dead: The Awesomeness of evil






 


Kamerad, ini adalah resensi panjang lebar dari film yang paling kutunggu-tunggu di tahun 2013. 
Dimohon kesabarannya dalam membaca.

                              

Sebenernya, nulis resensi tentang film ini rasanya agak aneh mengingat filmnya sendiri sudah tayang beberapa minggu yang lalu, dan penulis blog ini baru saja nonton versi downloadan Torrent-nya beberapa hari yang lalu. Hal ini terjadi tidak lain karena bioskop dikota ini sama sekali tidak kompeten dalam hal “memilih film yang bermutu”, F*ck 21!! Jadi, sebagai penonton yang perlu dikasihani, kita yang tinggal dikota Malang ini cuman bisa gigit jari.

Nah, buat kalian yang terlalu malas, kalian bisa nge-skip semua paragraf dibawah, buka tab baru, search Torrent dan langsung download film ini aja, soalnya “this-is-worth-it!”. Tapi, buat para fans-wannabe-blog-ini, kalian bisa baca semua tulisan gak berguna dibawah ini walaupun cuma sekedar buat bahan olok-olokan, karena sesuatu tuh tidak setiap hari bisa didapatkan secara gratis. Itung-itung beramal buat nambah pageview blog ini agar yang nulis review dibawah ini tidak bolak balik ngecek blog statistic cuma buat berharap kalo hits-nya barusan naik.

Tidak seperti resensi film kebanyakan, disini gak akan ada penjelasan panjang tentang plot/alur film yang akan dibahas, soalnya… hei, memang ada yang gak tau apaan itu yang namanya THE EVIL DEAD!? Versi classic dari apaan yang akan kita bahas beberapa menit ke depan itu tuh kult-movie-secara-permanen. Gak ada penikmat film (terutama horror) yang gak tau sekeren apa film itu. Karena, walaupun filmnya sendiri dirilis tahun ’81 dan diproduksi dengan budget swadaya oleh Sam Raimi dan beberapa koleganya, toh film itu sudah jadi “Master of Horror Classic”, setidaknya untuk… 1000.000 tahun ke depan.


Sayangnya, itu tidak berlaku bagi karir orang ini di dunia perfilman
 
Dari eksplanasi tidak logis diatas, secara tidak langsung terlihat kalo aku sedang memberi semacam clue bahwa plot film EVIL DEAD tahun 2013 itu hampir sama dengan THE EVIL DEAD tahun 1981. Perhatikan kata “THE” diatas, yang (secara samar-samar) merupakan prefix dari istilah The Great One untuk mengingatkan kita betapa badass-nya sesuatu yang diikuti oleh kata tersebut. Toh, ini juga merupakan penghormatan khusus bagi THE EVIL DEAD dari EVIL DEAD, karena EVIL DEAD sama sekali tidak ada niat untuk menjadi sama atau bahkan melebihi film original-nya, karena pikiran semacam “Oh, aku kayaknya bisa juga bikin film serupa THE EVIL DEAD yang lebih keren dari THE EVIL DEAD. Ayo, lets go!!” hampir tidak pernah muncul dibenak setiap orang yang pernah nonton THE EVIL DEAD.
   
Serius, masa gak ada yang pengen liat ini!?



Sementara, walaupun penulis blog ini sudah mengukuhkan dengan sepenuh hati bahwa THE EVIL DEAD itu memang salah satu film paling awesome dalam sejarahs, tapi plot filmnya sendiri sama sekali tidak ada yang awesome. Plotnya sendiri mengikuti apa yang ada pada film-film sejenis di zamannya, yang kalo diterjemahkan itu secara garis besar melibatkan ‘Horror, penyebab munculnya horror dan remaja-remaja puber yang tidak sengaja mengakibatkan penyebab munculnya horror terjadi’. Tipikal plot film horror pada saat itu.

Sekedar intermezzo aja, buat yang gak tau siapa itu Fede Alvarez, tampangnya kira-kira seperti ini menurut Mbah Google:

 






Kembali lagi ke EVIL DEAD, film yang disutradarai oleh Fede Alvarez ini merupakan versi modern dari legenda yang sudah ku ungkit-ungkit di atas, karena sesuai dengan strategi marketing-nya “A new vision from the director of the original classic”. Sementara untuk sinopsis maupun plot-nya, tidak banyak mengalami perubahan (seperti yang sudah ku ungkit ungkit diatas), selain nama-nama karakternya yang tidak lagi melibatkan Ashley J. William, tapi remaja-remaja puber yang ingin menyembuhkan temannya dari kecanduan narkotika. Terdiri atas David, Eric, Mia, Olivia dan Natalie, film ini pun dimulai. Dan sejak karakter-karakter kita ini menemukan “Naturom Demonto”, seketika tingkat kekejaman dan kegilaan film ini meroket lebih cepat daripada kepopuleran Gangnam Style pas baru saja di-upload ke youtube.

Alasan kenapa judulnya EVIL DEAD, bukan HIGH SCHOOL MUSICAL

Sementara untuk “Naturom Demonto”, bagi yang gak tau, itu tuh semacam buku yang isinya tidak lain seperti “How To Summon Devils and Guide to Many Many Ways To Kill Possessed-People”. Agak aneh juga, soalnya dari deskripsi mengerikan yang sudah kutulis barusan, bukunya sendiri kelihatan tidak lebih mengerikan seperti “Buku diary seorang fans sebuah band Black Metal” kalo saja itu tanpa kawat berduri dan sampul dari kulit manusia. 


Israel's Holy Book, jilid II
Pastinya, sesuatu yang paling dahsyat dari apaan yang dahsyat itu seringkali ada di ending-nya, begitu pula dengan EVIL DEAD. Bicara soal ending-nya, rasanya tidak manusiawi kalo blog ini ngasih tau spoiler dari sesuatu yang bakalan membuat mood orang yang baca itu langsung turun kalo jika ia kebetulan belum nonton film yang dibicarakan.

Bicara sedikit saja, ending dari EVIL DEAD itu sedemikian didominasi warna merah, hingga seakan-akan seperti terlihat kalo Fede Alvarez itu seorang simpatisan PDI-P. Mungkin ini juga yang membuat filmnya sendiri tidak ditayangkan oleh beberapa kota di Indonesia, soalnya pengawas KPU bakal mengira kalo ini seakan-akan sebuah kampanye terselubung sebuah partai politik. Nah, ringkasnya ending EVIL DEAD itu bisa digambarkan sebagai berikut.





Selain itu, tentunya, kita yang sudah pernah nonton trilogy dari film original-nya bakal menjumpai kemunculan gag legendaris “Possessed Hand”, yang juga sebuah penyebab dari alasan kenapa film trilogy itu bisa menjadi begitu memorable kalo itu disangkut pautkan dengan ‘Chainsaw’.


juga alasan kenapa kita tidak dianjurkan untuk onani.


Tentu saja, semua hal di dunia ini tuh secara logis tidak ada yang sempurna, seperti pepatah “tiada gading yang tak retak”. Begitu juga dengan yang sedang kita bahas dari tadi, walaupun dengan segala kelebihan yang tertulis secara tidak resmi di atas. Fede Alvarez seperti kurang memaksimalkan potensi yang terkandung di film originalnya, dan yang paling jelas jadi kekurangan cukup fatal tuh gimana dia menggambarkan sosok sang “Possessed people” atau di trilogy THE EVIL DEAD secara umum disebut “Deadites”.

Gak ngerti juga sih, apa Fede Alvarez itu terlalu banyak nonton Ju-On atau The Grudge atau mungkin juga The Ring (atau kemungkinan kecil juga: suster ngesot), tapi secara tidak langsung kita bisa lihat bahwa dia seperti terpaku dengan model setan-setan di film-film yang kusebut barusan. Karena, dengan segala deskripsi yang terpahat secara gamblang di “Naturom Demonto” (yang cukup membuat bulu kuduk merinding), ternyata “Setan pembawa malapetaka” yang muncul di EVIL DEAD tuh tidak jauh beda dengan seorang mahasiswa yang merangkak ke depan pintu kos-kosannya setelah ketahuan pulang tengah malam abis “midnight party”, tentunya.


Atau, potret dirimu saat minjem uang ke temen

 Secara keseluruhan, EVIL DEAD tuh memang bener bener keren. Aku tidak hanya suka dengan cara mereka memasukkan hal-hal yang familiar di film original kedalam film terbarunya, tapi mereka juga cukup lihai memasukkan sesuatu yang baru (walaupun ada juga yang melanggar etika dari legenda THE EVIL DEAD aslinya, tapi toh itu juga terjadi di EVIL DEAD II dan juga ARMY OF DARKNESS). Ingat juga, soalnya ini tuh EVIL DEAD, bukan THE EVIL DEAD.  Jadi rasanya gak ada masalah mereka merubah sedikit beberapa aspek yang ada didalam film tersebut.

Bicara soal sesuatu yang familiar di film original-nya, apa ini sama sekali gak membuatmu ingat dengan sesuatu:

Kalo gak, berarti ada yang salah dengan kepalamu



Sementara itu, di lain tempat…

Ada sebuah peraturan tidak tertulis dikalangan orang-orang yang bergelut di dunia perfilman, kalo membuat film remake itu bisa dikategorikan sebagai “dosa”, soalnya terkadang sutradara yang berniat bikin film remake gak ngerti kalo dari situ mereka punya sebuah nilai yang harus setidaknya mereka capai dalam film yang mereka buat. Dan dari situ kita bisa prediksi apa yang akan terjadi kalau mereka tidak mampu setidaknya menyamai nilai tersebut. Kita juga sudah lihat contohnya di THE THING (2013), kalo karir seorang sutradara bisa tercemar gara-gara mereka bikin sebuah remake buruk dari film awesome, lebih parah daripada seorang sutradara yang memang niat bikin film buruk original. Soalnya, para fansboy THE EVIL DEAD sudah siap dengan bom molotov kalo memang Fede Alvarez tidak mampu bikin EVIL DEAD sekeren ini.



Jika diperhatikan, sebenarnya ada penampakan mahluk aneh di atas



Dari semua omong kosong yang sudah kukarang beberapa menit yang lalu diatas, sebenarnya aku mau bilang kalo aku ini sama sekali tidak peduli dengan etika “remake itu sudah pasti jelek”. Toh, selama hasilnya bagus, mengapa tidak? Aku bisa menikmati THE THING (2013), tentunya kalo lagi mood. Rasanya seru juga buat ngereview film tersebut kapan-kapan di blog ini.

Jadi, kesimpulan akhir dari semua ini adalah: sudah jelas, masih perlu ditanyakan gitu?


"Groovy!"

 Sebenarnya, bukan hak prerogatifku untuk nyuruh orang lain nonton sebuah film, logika yang sama ketika aku gak pernah nyuruh orang lain nonton CANNIBAL HOLOCAUST atau juga trilogy AUGUST UNDERGROUND. Tapi kalo memang diantara kalian pengen nonton sesuatu yang (secara menakjubkan) bisa terlihat horror,sadis, menyeramkan, menjijikan tapi sekaligus juga muthaf*ckin-awesome dalam waktu bersamaan, maka gak ada salahnya buat ngecek film ini pas kalian browsing di Torrentbutler, atau pas mampir di lapak DVD bajakan kalo kebetulan ada. Karena beneran, film ini bakal nyobek lidah kalian semua tepat di tengah-tengah!!


Hei, apa yang kau lakukan wahai wanita gila!?